Saturday, 7 February 2015

Stalker G1N4



Stalker G1N4


Siapa dia sebenarnya, kenapa dia tahu semua hal tentangku? Apa dia seorang stalker handal? Dalam Facebook dan Twitter aku tidak menggunakan foto sama sekali, hanya gambar karikatur yang iseng kubuat. Semua followers-ku hanya teman-teman sendiri yang kukenal di dunia nyata.
Pasti yang dia pakai adalah akun palsu. Salah satu teman berniat mengerjaiku. Bukannya itu hal biasa. Bisa jadi dia adalah tetangga yang mengenalku sejak kecil. Nama yang dia pakai di akun Twitter-nya adalah G1N4 yang kubaca Gina. Mungkin dia termasuk alay. Gina tidak punya followers sama sekali, dan following-nya hanya aku.

Awalnya aku tidak mengacuhkannya, Gina mengajakku mengobrol di Twitter dengan intens setiap hari, lama-lama aku mulai tertarik dan merespon obrolannya. Aku tidak tahu Gina memakai foto asli atau bukan untuk avatarnya, kalau benar, dia memang cantik. Aku pernah mencari foto itu lewat Google, tapi memang tak ada.
@G1N4 selamat pagi, Ardi. Hari ini sudah siap UTS Kalkulus? Semangat! Pasti pakai kemeja kotak merah.
Sebelum pergi kuliah, aku menyempatkan diri membuka komputer jadulku, begitu aku membuka Twitter, yang pertama kali kulihat adalah sapaannya. Tapi dari mana dia tahu? Aku tidak mengumumkannya di Twitter. Mengetahui mahasiswa ujian bukan hal luar biasa, karena memang sekarang sedang musimnya, tapi kalau tahu detil mata kuliah apa yang diujikan sampai baju yang kupakai itu baru hal aneh. Terus terang, akhir-akhir ini aku merasa ada yang mengawasiku atau mungkin hanya perasaan saja.
Hari ini aku memang mau ujian, karena itu semalaman aku belajar. Aku harus mendapat beasiswa lagi semester depan, kalau tidak, aku terpaksa cuti karena tidak ada biaya. Aku sudah berusaha mengumpulkan uang dengan bekerja sambilan, tapi itu saja tidak cukup untuk membayar uang kuliah yang sangat mahal. Aku hanya tinggal dengan ayah, ibu sudah lama meninggal. Penghasilan ayah sebagai pekerja di bengkel hanya cukup untuk membiayai kehidupan kami.
Saking penasaran, jadilah selama di kampus, aku menanyai teman-temanku tentang akun aneh itu. Tapi tidak ada satu pun di antara mereka yang tahu atau mengaku.
Malam ini kuputuskan untuk menginterogasi Gina.
@ArdiWaluya kamu tahu dari mana aku tadi siang ada ujian kalkulus?
@G1N4 Sudah tugasku mengawasimu, jadi aku pasti tahu semuanya.
Jawabannya membuatku mengerutkan dahi. Apa maksudnya mengawasiku. Ternyata dia bukan hanya stalker tapi sudah masuk tahapan sakit jiwa.
@ArdiWaluya Buat apa mengawasiku? Memang kamu intel? Sepenting apa aku harus diawasi?
@G1N4 bisa disebut intel kalau di bumi.
Oke, sekarang dia mulai mempermainkanku. Kalau bukan di bumi, dia tinggal di mana lagi?
@ArdiWaluya Gina, memangnya kamu alien?
@G1N4 kalian menyebutnya begitu, aku sebenarnya lebih suka disebut manusia dari galaksi lain. Namaku bukan Gina, tapi N4. G1 itu nama tempatku tinggal.
Daya khayal tinggi. Baik, akan kulayani permainannya.
@ArdiWaluya lalu kenapa kamu datang ke bumi? Apa misimu?
@G1N4 maaf, aku tidak bisa mengatakannya.
Hah, dia bukan tidak bisa mengatakan misinya, tapi pasti tidak terpikir. Rupanya amunisi permainannya belum lengkap. Harusnya dia lebih pintar mengarang.
@G1N4 kenapa kamu berpikir aku tidak tahu misiku? Aku memang tidak pintar mengarang, tapi aku jujur.
Aku tersentak membacanya kali. Dia bisa membaca pikiranku? Ini gila!
@ArdiWaluya Kalau begitu kenapa kamu tidak mau mengatakannya? Kamu mengawasi dari mana? katakan! Ini tidak lucu!
@G1N4 suatu hari aku berharap bisa menceritakannya langsung padamu.
Aku mendengus membaca jawabannya. Bertemu? Siapa yang mau bertemu dengannya! Aku tidak tertarik dengan wanita aneh yang terobsesi padaku.
Setelah itu berhari-hari aku tidak mengacuhkannya. Semua mention-nya tidak kujawab. Tapi dia tetap memperhatikanku. Sapaan selamat pagi, siang, dan malam tidak pernah absen kulihat darinya. Gina selalu tahu bagaimana perasaanku. Kata-katanya selalu sesuai dengan suasana hatiku, dia memberi motivasi saat aku merasa lelah, ikut senang saat aku merasa bahagia
Hingga hari ini aku membaca twit-twit-nya tentang rumah. Gina menceritakan kerinduannya akan tempatnya berasal, lalu rasa sepinya tinggal di bumi, tanpa siapa pun. Entah kenapa aku mulai percaya cerita karangannya itu. Mungkin memang ada manusia-manusia lain yang hidup di luar bumi. Bukankah semesta ini memang penuh dengan misteri.
@G1N4 aku datang ke sini untuk menemuinya dan merasakan semua ini. Ternyata rasa memang tak seharusnya ada.
Membaca itu aku bisa merasakan kesedihan yang dalam. Tiba-tiba aku merasa bersalah. Aku memutuskan untuk menyapanya.
@ArdiWaluya Gina, kamu boleh menceritakan apa saja padaku.
Dia senang sekali, tidak henti-hentinya dia berterimakasih. Malam itu kami mengobrol panjang tentang banyak hal lewat direct message karena aku sudah balik mem-follow-nya.
***
Aku berdiri limbung di depan papan pengumuman beasiswa. Aku gagal! Semester depan aku harus cuti. Aku pulang dengan langkah gontai, melemparkan tas seenaknya lalu menyalakan komputer, membuka Twitter.
@G1N4 semangatlah, masih ada waktu untuk menabung. Kamu pasti bisa.
Gina tahu lagi apa yang kualami tanpa aku repot-repot menceritakannya.
@ArdiWaluya aku ingin kamu datang.
Entah kenapa aku mengetik twit seperti itu. Mungkin karena saat perasaanku kacau begini, aku ingin seseorang berada di sampingku, mengerti resahku.
@G1N4 benarkah?
Aku tidak menjawab. Merasa konyol dengan twit-ku sebelumnya. Bagaimana mungkin Gina datang. Lagipula apa benar aku ingin menemui wanita aneh itu.
Malam begitu gelap, awan menyembunyikan bintang. Aku duduk di atas atap rumah, dipinggirnya, sembari memandang langit dan terkekeh sinis sendirian. Rasanya lelah sekali.
“Aku boleh duduk di sampingmu?” tanya seseorang yang tiba-tiba sudah berada di dekatku. Aku tersentak kaget, lalu refleks menjerit. Bagaimana mungkin ada seseorang yang datang tanpa kuketahui. Untuk naik ke atap ini orang itu harus masuk ke rumahku dulu. Aku mencubit tangan, lalu mengucek mata, memastikan pemandangan yang kulihat. Tapi wanita itu benar-benar nyata. Wajahnya persis seperti avatarnya. Cantik. Dia memakai baju kasual. Tidak ada keanehan dari dirinya.
“Ya… ya… bo-leh,” kataku tergagap.
“Sekarang kamu percaya aku bukan manusia biasa?” tanyanya lagi, lalu duduk di sampingku. Aku mengangguk cepat. Dia mengayun-ayunkan kakinya yang telanjang ke udara kosong. Kami sama-sama terdiam.
Lalu lelah dan beban yang menghimpit itu semakin menyesakkan dada. Aku merebahkan kepalaku di pundaknya yang kecil. Dia beringsut kaget. “Sebentar saja, sebentar saja aku ingin begini,” ucapku tanpa mengubah posisi. Gina lalu membiarkanku.
Entah berapa lama aku bersandar padanya. Rasa sedih dan kecewa berangsur menghilang. Gina memberiku perasaan nyaman. Perlahan aku mengangkat kepala, kemudian menatapnya.
“Entahlah siapa kamu sebenarnya, aku tidak peduli, tapi aku sangat berterima kasih kamu sekarang ada di sini,” kataku lembut.
Gina menatapku tak percaya, ada semburat merah muncul di pipinya. “Setiap hari aku melihatmu, setiap hari aku berharap bisa menemuimu, menyentuhmu.” Tangan Gina terangkat, membelai rambutku pelan.
“Sebenarnya kamu siapa? Kamu bilang mau menceritakan semuanya kalau kita bertemu,” tanyaku.
Gina melepaskan tangannya dari rambutku, tatapannya jatuh ke depan. “Aku berasal dari planet G1. Planet tempat tinggalku begitu indah dan damai. Terlalu damai, tak ada perang, kami hidup menjalani hari demi hari dengan kegiatan yang sama sesuai tugas, kepatuhan yang absolut.” Dia menghela napas panjang.
Aku mendengar ceritanya dengan seksama, berusaha membayangkan kehidupan macam apa di planetnya.
“Aku adalah salah satu petugas di pusat pengembangan teknologi. Suatu hari, aku melihat bumi. Planet yang dihuni makhluk-makhluk yang bentuknya persis seperti kami. Tapi kalian berbeda, kalian merasakan… emosi. Waktu itulah aku menyadari ada semacam cacat rasa pada kami. Kami tidak mengenal cinta. Lalu aku… melihatmu. Saat itu aku merasakan sesuatu yang ganjil di hatiku. Kemudian aku mengajukan diri untuk melakukan observasi penggunaan teknologi di bumi. Sebenarnya hanya alasan, karena sesungguhnya aku tertarik dengan rasa yang kalian miliki, tepatnya tertarik padamu,” lanjut Gina.
“Apa itu artinya kalian akan melakukan penyerangan ke bumi?” tanyaku, takut bumi milik manusia ini akan hancur di serang alien seperti dalam film-film.
Gina tertawa mendengar pertanyaanku. “Tidak, sudah kukatakan kami makhluk yang mencintai kedamaian. Tidak ada untungnya memiliki bumi kalau harus berperang dan menimbulkan banyak korban.” Aku menghela napas lega.
.Gina tiba-tiba memperlihatkan raut wajah sedih. “Aku sebenarnya tidak boleh menampakkan diri, tapi melihatmu merasa sedih, aku tidak bisa menahan diri. Aku sudah menjadi makhluk dengan rasa yang lengkap karenamu.” Tiba-tiba ekspresi wajahnya terlihat panik, dengan histeris dia berkata, “Mereka tahu! Mereka memanggilku pulang!”
Aku memegang kedua pundaknya. “Apa maksudmu? Mereka siapa?”
“Atasanku, dia akan mengirimku pulang! Dia akan menghukumku!”
Belum sempat aku mencerna kata-katanya, Gina sudah menghilang. Meninggalkan tanya dan perih. Setelah itu, dia tidak pernah muncul lagi.
***
Aku membuka Twitter, berharap ada DM dari Gina. Hanya itu yang bisa kulakukan, aku tidak tahu bagaimana menghubunginya. Dia muncul dari sana, dari dunia maya. Akunnya yang masih tetap ada dan aktif memberiku harapan, seakan suatu hari dia akan kembali.
Lalu pagi ini aku mendapatkan DM yang kutunggu-tunggu itu.
@G1N4 Ardi, aku dipaksa pulang ke planetku. Tapi maukah kamu menungguku? Aku akan memohon agar bisa tinggal di bumi.
@ArdiWaluya jangan pergi, jangan tinggalkan aku.
Tidak ada balasan. Kali ini Gina benar-benar menghilang. Tapi setiap hari aku selalu mengiriminya twit-twit, menceritakan keseharianku, entah dia bisa membacanya atau tidak. Dua tahun kemudian saat aku membaca sebuah surat kabar, aku menemukannya.
Ditemukan mayat alien dengan struktur tubuh persis manusia.

0 komentar:

Post a Comment