Kehidupan Dalam Sandiwara
setiap makhluk hidup akan tenggelam karena menatapnya,
saat dia melangkahi awan yang bergerak lambat,
dan berlayar di permukaan udara.”
Meiya terpukau di sudut, menatap Satura memainkan cerita itu, Romeo dan Juliet.
“Ya! Latihan hari ini cukup sampai di sini saja!” teriakkan Mas Wendo menghapuskan khayalan. “Meiya!” panggil Mas Wendo.
Meiya segera meletakkan kuas yang ada di tangannya ke dalam gelas berisi air lalu berjalan menghampiri pemuda pertengahan dua puluhan itu. “Ada apa Mas?”
“Saya pikir kamu cocok menjadi Juliet.” ucap Mas Wendo pendek.
Meiya membelalakkan matanya tak percaya, “Maksud Mas?” Meiya tak mengerti.
“Kalian semua!” panggil Mas Wendo pada semua anak yang berkumpul di aula itu, “Mas Wendo sudah menemukan siapa yang cocok untuk menjadi Juliet!”
Semua anak terdengar kasak-kusuk, bertanya-tanya siapa yang beruntung, “Siapa Mas?” tanya Tleo penasaran.
“Meiya! Bagaimana?” tanya Mas Wendo.
Tleo dan Satura kompak bicara, “Wah, cocok!” ujar mereka seperti kata-kata dalam sebuah jingle iklan. Namun tidak semua anak di situ setuju terutama Edsa and the gang; Tammy, Regina dan si gendut Petty.
“Enak aja, Mas Wendo buta ya? Masa’ si Meiya yang dipilih? Edsa mau dikemanain?” tanya Regina dengan heran ketika sepulang latihan mereka berkumpul di kantin sekolah.
“Jelas-jelas Edsa lebih cocok, Juliet khan harus cantik, iya nggak?” tambah Tammy.
“He eh.” ujar Petty pendek sambil terus menjilat ice cream coklatnya.
“Tenang kawan-kawan, aku nggak akan terima Mas Wendo milih dia, Mas Wendo itu khan kakakku, masa’ dia nggak milih adiknya sendiri sih?! Selain itu aku nggak sudi ada cewek lain yang mendampingi Saturaku!” sahut Edsa geram.
*****
“Sudah berapa kali Mas bilang kalau Meiya lebih cocok jadi Juliet!” seru Mas Wendo kesal.
“Tapi kenapa dia? Aku khan adik Mas. Memangnya aku nggak cocok? ” tanya Edsa sebal.
“Nggak! Aku harus profesional. Dengar ya kamu itu nggak punya penjiwaan yang baik, nggak disiplin dan nggak punya auranya Juliet. Ngerti?” ujar Mas Wendo.
“Nggak bisa! Pokoknya aku mau jadi Juliet!!” bentak Edsa.
Mas Wendo berjalan menuju kamarnya, “Dasar keras kepala! Kamu baru bisa menjadi Juliet kalau Meiya tidak ada. Dan itu sama sekali tidak mungkin!”
Pikiran jahat timbul di benak Edsa, “Aku bisa jadi Juliet kalau Meiya tidak ada! Dan satu-satunya cara adalah dengan menyingkirkan Meiya!”
*****
“Dengan sayap sinar cinta aku dapat terbang melewati dinding ini,
dimana pagar bebatuan tidak bisa menahan cinta,
dan apa yang dapat dilakukan cinta, yang takut akan kuasa cinta.
Dan karena itulah sanak saudaramu takkan bisa menghentikanku.” (Romeo)
“Jika mereka melihatmu, mereka akan membunuhmu.” (Juliet)
Meiya sangat bahagia karena impiannya menjadi Juliet terwujud. Namun kebahagiaan itu menjadi surut dan akhirnya hilang ketika tiga hari kemudian dia terjatuh dari tangga sekolah yang menyebabkan tangan kirinya patah.
“Ini bukan kecelakaan, aku yakin ada seseorang yang mendorongku.” sahut Meiya kepada Satura, Tleo dan Qian yang mengunjunginya di rumah sakit. “Gara-gara ini…” Meiya menunjuk tangan kirinya yang terbalut gips, “Aku nggak bisa jadi Juliet lagi.” sahut Meiya sedih.
“Kurasa Mas Wendo nggak akan sejahat itu mencoret namamu dari daftar pemain.” sahut Satura menenangkan Meiya. “Tapi aku jadi curiga, sebab kalau benar kecelakaan ini disengaja siapa orang yang paling bersyukur kamu nggak bisa tampil?” tanya Satura.
“Edsa.” seru Tleo dan Qian bersamaan.
“Memang dua hari yang lalu Edsa bilang akan memberikan apa saja keinginanku asalkan aku mau melepaskan peranku. Tentu saja ku tolak, setengah hidupku sudah kupakai untuk mengagumi Juliet.” ujar Meiya.
“Apakah Edsa bisa sejahat itu?” seru Satura tak percaya.
Tleo menepuk bahu Satura, “Kamu belum tahu tipe wanita seperti apa Edsa itu. Dia itu congkak, egois, dan punya segala jenis cara untuk memenuhi keinginannya. Sekarang kita tinggal mencari bukti kejahatannya.”
“Wah, ini akan menjadi sebuah petualangan yang menegangkan!” ujar Qian bersemangat.
*****
“Aku berhasil! Sekarang tidak ada lagi yang menghalangi langkahku menjadi Juliet!” seru Edsa riang.
“Tapi, apa tindakan kita nggak terlalu keterlaluan Sa?” Regina khawatir.
“Iya, ini khan kejahatan. Kalau ketahuan kamu bisa dipenjara loh!” sahut Petty.
“Aku nggak peduli apa konsekuensinya yang penting aku bisa ada di atas panggung, jadi Juliet dan berdampingan dengan Satura!” tegas Edsa, “Lagipula kalau tindakan kita ketahuan kalian semua juga harus menanggung resikonya!” tambah Edsa.
“Apa?!” seru Tammy, Regina dan Petty bersamaan.
“Sedang apa kalian di sini?” tiba-tiba Tleo berada di tengah gadis-gadis tersebut.
Regina yang jatuh cinta setengah mati pada Tleo serasa mau pingsan melihat pujaannya tiba-tiba ada di dekatnya, “Tleo…”
“Kamu sudah lama di sini?” tanya Edsa, khawatir pembicaraan tadi didengar.
“Enggak. Ngomong-ngomong aku mau tanya, sebenarnya kamu yang menyebabkan Meiya jatuh dari tangga sekolah khan?” tanya Tleo penuh curiga.
Edsa menatap sinis, “Darimana kamu punya ide gila untuk menuduh kami seperti itu?”
“Iya, memangnya apa alasan kami melakukannya?” tanya Tammy kesal.
“Banyak. Terutama kamu Sa, kamu pengin dapat peran menjadi Juliet khan? Coba pikir, kalau Meiya nggak bisa main siapa yang pasti akan menggantikannya? Kamu khan?” tuduh Tleo.
“Eh, dengar ya. Ada atau tidaknya Meiya nggak akan mempengaruhi jatuhnya peran Juliet kepadaku. Ngerti?” bentak Edsa kasar.
“Iya, lagipula ngapain sih kamu ngurusin Meiya?” tanya Tammy.
“Jangan-jangan kamu ada hati sama Meiya ya?” tanya Petty iseng.
Tiba-tiba Regina memekik, “Tidak…” dan langsung jatuh pingsan.
“Regina!?” seru Tammy, Petty dan Edsa bersamaan.
*****
Sekeluarnya dari rumah sakit Meiya harus menghadapi kenyataan peran Juliet telah berpindah kepada Edsa dan Meiya kembali ke tugasnya semula, pelukis partisi.
“Belum selesai Mei?” tanya seseorang mengejutkannya.
Meiya membalikkan badan, “Eh, Satura. Belum pulang?”
“Belum. Wah, lukisanmu semakin lama semakin bagus! Aku yakin lukisan ini akan menjadi latar belakang panggung yang amat indah.”
“Terima kasih.” ujar Meiya pendek.
Satura menjatuhkan diri di sebelah Meiya, “Ngomong-ngomong, apakah Mas Wendo tidak akan memberimu kesempatan untuk jadi Juliet lagi?”
“Satura, tidak ada dalam naskah Juliet tangannya patah!” seru Meiya ketus.
“Maafkan aku tapi aku kepingin kamu…”
Meiya membanting kuasnya, “Sudahlah, aku mau pulang.” Meiya mengambil tasnya lalu berjalan menuju pintu keluar diiringi pandangan Satura yang prihatin akan kesedihan sahabatnya.
”Yah, aku memang bukan siapa-siapa. Hanya si mungil Meiya dengan tangan yang terbalut perban, terluka karena kecelakaan konyol. Aku yang tak lagi sanggup mengalahkan Edsa yang cantik, populer, kaya dan semua gelar yang tersandang di belakangnya. Aku yang kembali tak pernah dianggap ada oleh siapa pun, kecuali sahabat-sahabatku, Satura, Qian dan Tleo. Pahit memang, tapi aku tidak peduli, aku yakin suatu hari nanti Mas Wendo pasti akan mengijinkanku kembali berdiri di atas panggung penuh cahaya itu. Yah, mungkin suatu saat nanti.” keluh Meiya dalam hati.
“Siapakah dikau, yang demikian tersamar dalam malam,
tidakkah mendengarkan nasihatku?” (Juliet)
*****
“Pementasan kita dua minggu lagi, tapi aku tak pernah merasa puas dengan hasil latihan kalian. Selalu ada yang salah!” terdengar ucapan marah Mas Wendo sore itu sesudah latihan.
Meiya yang sedang mencampurkan cat minyak, mau tak mau melirik juga ke arah anak-anak yang sedang serius mendengarkan amarah Mas Wendo.
“Edsa!” panggil Mas Wendo, sedang yang dipanggil menundukkan kepalanya semakin dalam. “Sudah lebih dari satu bulan kamu latihan, mengapa dialog bagianmu tak pernah lancar kamu ucapkan? Kamu nggak sadar kalau kamu itu pemeran utama wanita?” teriak Mas Wendo.
“Iya Mas.” ucap Edsa penuh ketakutan.
“Pokoknya besok adalah hari penentuan, kalau kamu tetap tidak mampu, lebih baik Meiya kembali menjadi Juliet!” seru Mas Wendo yang juga mengejutkan Meiya.
“Jadi aku bisa menggantikan Edsa kalau dia tetap seperti itu? Ah, Mas Wendo tanganku memang sudah sembuh, tapi mana profesionalisme-ku? Aku sudah tak pernah menyentuh lagi naskah drama yang hanya membuatku sedih itu.” tutur Meiya dalam hati.
“Sekarang kalian boleh bubar!” sahut Mas Wendo seraya membereskan kertas-kertas naskahnya.
Semua anak mulai membereskan barang-barang milik mereka. Satura tiba-tiba sudah duduk disebelah Meiya, “Sudah mau selesai Mei?” tanyanya.
“Tinggal lukisan pilar ini, yang lain sih sudah!” ujar Meiya.
“Tadi kamu dengar perkataan Mas Wendo kan? Kamu masih punya kesempatan!” sahut Satura memberi harapan.
“Ah, paling cuma ngelantur aja. Aku khan sudah lebih dari satu bulan tidak membaca skenario, tidak berlatih, bahkan aku sudah lupa bagaimana impianku tentang Juliet dulu.” Meiya memberi alasan.
“Lagi ngapain berduaan?” ucap Tleo tiba-tiba menepuk pundak Meiya dan pundak Satura.
“Meiya sudah kehilangan kepercayaan dirinya. Dia tak mau menjadi Juliet lagi!” jawab Satura.
Tleo menyorongkan wajahnya mendekati mereka, “Dengar ya, si Edsa tuh nggak ada apa-apanya dibanding kamu Mei. Memang sih dia cantik, aku mengakuinya, tapi…tu la lit!” seru Tleo disambut tawa renyah khas Satura.
“Benar. Kamu tahu khan cerita si Kuncung Riquet karangan Perrault? Di situ khan diceritakan tentang gadis yang begitu cantik cemerlang bagai matahari pagi namun amat sangat bodoh perilakunya.” tutur Satura.
Meiya angkat bicara, “Tapi gadis itu akan menjadi pandai ketika dia berjanji menikah dengan Pangeran Kuncung Riquet yang pintar itu khan? Siapa tahu Edsa bisa…” Meiya sengaja menghentikan kata-katanya.
Satura dan Tleo saling berpandangan kemudian berseru bersama, “Kami tidak yakin.”
Tleo memberikan setumpuk naskah kepada Meiya, “Nih, mulai sekarang baca lagi dialog Juliet, jiwai karakternya dan masukkan dirinya ke dalam dirimu!”
Meiya tertawa melihat tingkah mereka, sahabat-sahabat terbaiknya, dan berjanji bahwa dia pasti akan kembali menjadi Juliet.
“Jangan bersumpah dengan bulan, karena bulan selalu bergerak,
dan berpindah dalam orbit lingkarannya,
sehingga membuktikan cintamu sama berubah-ubah.” (Juliet)
*****
Keesokkan harinya terjadi peristiwa mengejutkan, Edsa bermain sangat mengagumkan. Dia benar-benar menjiwai tokoh yang ia mainkan sehingga semua orang dibuat terkagum-kagum. Meiya menatap gadis itu dari bawah panggung dengan pandangan penuh luka, habis sudah harapannya menjadi Juliet.
Tleo memandang ke arah Meiya yang kini menunduk, “Aku tidak akan tinggal diam Mei, akan kubantu kau menjadi Juliet kembali.” janji Tleo dalam hati, walau tindakan itu sudah sangat terlambat.
Sore itu setelah latihan Tleo menyelinap menuju ruang ganti dan menyapa Regina yang sedang membereskan kostum. “Halo Regina?” sapanya mengejutkan gadis itu, “Mau aku traktir di Café Amour nggak?” tanyanya lagi.
Regina bagaikan mendengar gemuruh di telinganya, “Eng apa…” lidah Regina semakin kelu, “Aku? Sekarang?” tanya gadis itu tak percaya,
"Iya, kapan lagi? Mau nggak?" tanya Tleo dengan senyum yang dipaksakan.
“Oke!” ucap Regina berbunga-bunga.
*****
“Kamu sudah tidak bisa mungkir lagi Sa, sudah ada bukti kalau kamu yang mencelakakan Meiya!” seru Tleo kesal. “Regina sudah mengakui semuanya!” tambah Tleo sambil menunjuk Regina yang menunduk ketakutan di sudut aula.
Mas Wendo menatap Edsa dengan kesal, “Kamu benar-benar jahat Edsa!”
Edsa menatap Regina dengan geram, “Iya, memang aku yang mendorong Meiya. Tapi tindakanku benar khan? Belum tentu Meiya akan bermain sebagus aku sebab aku lah ratu drama sejati!” ujarnya penuh keangkuhan.
Meiya yang sedari tadi diam turut bicara, “Kamu memang licik Sa, aku nggak habis pikir kamu bisa setega itu. Kamu tahu aku yang berhak mendapat peran itu!”
“Benar kata Meiya. Sekarang dia harus kembali menjadi Juliet!” seru Qian.
Mas Wendo menggigit bibirnya, “Memang harusnya begitu, tapi beberapa hari lagi pertunjukan akan dimulai. Mau tidak mau Edsa harus tetap bermain. Kalian mengerti khan?”
“Memang dari awal aku sudah ditakdirkan menjadi Juliet!” pekik Edsa senang yang disambut sorakan Tammy dan Petty, sementara Regina semakin terpuruk dalam ketakutan.
Satura, Tleo dan Qian menatap Meiya yang nasibnya semakin memprihatinkan, namun gadis itu ternyata sudah kebal dengan kekecewaan.
*****
"Ehm, aku setuju dengan rencana itu. Edsa dan pengikutnya memang harus diberi pelajaran. Tapi ingat, aku tidak mau Meiya tahu rencana kita, lebih baik dia jangan terlibat, dia sudah terlalu menderita."
"Iya... dan sekarang yang terpenting adalah membangun kepercayaan diri Meiya, agar pada saatnya nanti, dia bisa menjadi Julietku."
*****
Waktu telah menunjukkan pukul delapan belas tepat, satu setengah jam lagi pertunjukkan akan digelar, tapi tepat sepuluh menit kemudian terjadi gonjang-ganjing di belakang panggung, karena sampai saat ini Edsa tidak kunjung tiba dan parahnya baik Pretty, Tammy atau Regina tidak tahu dimana dia.
Semua panik dan kesal, tapi tidak dengan Satura, Tleo maupun Qian, ketiganya hanya tersenyum simpul dan sekali-kali memainkan serangkaian kunci di tangan Qian. Meiya pun ikut-ikutan panik, karena kalau Edsa tidak ada, mau tidak mau dia harus menjadi Juliet. Terbersit sedikit kecurigaan di benak Meiya, dia yakin kalau sahabat-sahabatnya ada di balik kejadian ini.
"Ayo semuanya berkumpul dulu!" perintah Mas Wendo kepada semua pendukung cerita. "Satu jam lagi pertunjukan akan dimulai, saya sudah tidak tahu lagi kemana akan mencari Edsa. Jadi untuk itu Meiya, terlepas dari ketidaksiapannya, saya mohon untuk kembali menjadi Juliet." pinta Mas Wendo dengan sangat.
"Tapi Mas..." Meiya semakin panik.
"Kamu harus mau, karena motto kita adalah... "
"Apapun yang terjadi, the show must go on!" pekik penuh semangat anak-anak yang berkumpul di belakang panggung.
Pukul setengah delapan pertunjukan dimulai, panggung menjadi penuh keajaiban, semua penonton terpukau dengan polah laku setiap pemain cerita, terutama Meiya dan Satura. Mereka seolah-olah nyata menjadi Romeo dan Juliet. Sampai cerita berakhir ketika mereka mati dihujam kesalahpahaman.
"Kedamaian yang menyuramkan telah mewarnai pagi ini
matahari sedang berduka, tidak akan menunjukkan dirinya
sebab itu pergilah, untuk mengolah kata atas kesedihan ini
beberapa akan dimaafkan dan yang lainnya akan dihukum
sebab tidak ada cerita yang lebih menyengsarakan
selain tentang Juliet dan Romeo kekasihnya."
Gemuruh teriak dan sorak sorai mewarnai akhir pertunjukkan itu. Tidak ada seseorang pun yang mengetahui keberadaan Edsa, sampai keesokkan hari seorang satpam menemukannya terkurung lemas di dalam lemari di gudang gedung pertunjukkan itu.
-END-
0 komentar:
Post a Comment